Rabu, 27 Februari 2013

mahfudhot dari gontor



Man jadda wajada
Artinya :
Barang siapa yang bersungguh sungguh (mendapatkan sesuatu), didapatlah (apa yang diinginkan) olehnya
Man saara ‘ala ad-darbi washala
Artinya :
Barang siapa yang berjalan pada jalan (tujuan yang dituju), sampailah dia (pada tujuannya)
Man Shobaro Dhofiro
Artinya :
Baranga siapa bersabar, beruntunglah dia
Ash-Shobru yu’iinu ‘ala kulli ‘amalin
Artinya :
Kesabaran itu menolong segala pekerjaan
Wama al-ladzaatu illa ba’da at-ta’ab
Artinya :
Tiada kenikmatan kecuali setelah kepenatan / capek

abu nawas

 disuruh mengawasi pintu supaya tidak ada pencuri

Suatu hari Nasrudin kecil ditinggal ibunya untuk pergi ke rumah Ibu RT. Sebelum pergi ibunya berkata kepada Nasrudin, “Nasrudin, kalau kamu sedang sendirian di rumah, kamu harus selalu mengawasi pintu rumah dengan penuh kewaspadaan. Jangan biarkan seorang pun yang tidak kamu kenal masuk ke dalam rumah karena bisa saja mereka itu ternyata pencuri!”
Nasrudin memutuskan untuk duduk di samping pintu. Satu jam kemudian pamannya datang. “Mana ibumu?” tanya pamannya.
“Oh, Ibu sedang pergi ke pasar,” jawab Nasrudin.
“Keluargaku akan datang ke sini sore ini. Pergi dan katakan kepada Ibumu jangan pergi ke mana-mana sore ini!” kata pamannya.
Begitu pamannya pergi Nasrudin mulai berpikir, ‘Ibu menyuruh aku untuk mengawasi pintu. Sedangkan Paman menyuruhku pergi untuk mencari Ibu dan bilang kepada Ibu kalau keluarga Paman akan datang sore ini.”
Setelah bingung memikirkan jalan keluarnya, Nasrudin akhirnya membuat satu keputusan. Dia melepaskan pintu dari engselnya, menggotongnya sambil pergi mencari ibunya.

Nasruddin dan 3 Orang Bijak

 Pada suatu hari ada tiga orang bijak yang pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak. Sampailah mereka pada suatu hari di desa Nasrudin. Orang-orang desa ini menyodorkan Nasrudin sebagai wakil orang-orang yang bijak di desa tersebut. Nasrudin dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak itu dan di sekeliling mereka berkumpullah orang-orang desa menonton mereka bicara.
Orang bijak pertama bertanya kepada Nasrudin, “Di mana sebenarnya pusat bumi ini?”
Nasrudin menjawab, “Tepat di bawah telapak kaki saya, saudara.”
“Bagaimana bisa saudara buktikan hal itu?” tanya orang bijak pertama tadi.
“Kalau tidak percaya,” jawab Nasrudin, “Ukur saja sendiri.”
Orang bijak yang pertama diam tak bisa menjawab.
Tiba giliran orang bijak kedua mengajukan pertanyaan. “Berapa banyak jumlah bintang yang ada di langit?”
Nasrudin menjawab, “Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledai saya ini.”
“Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?”
Nasrudin menjawab, “Nah, kalau tidak percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai itu, dan nanti saudara akan tahu kebenarannya.”
“Itu sih bicara goblok-goblokan,” tanya orang bijak kedua, “Bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai.”
Nasrudin pun menjawab, “Nah, kalau saya goblok, kenapa Anda juga mengajukan pertanyaan itu, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit?”
Mendengar jawaban itu, si bijak kedua itu pun tidak bisa melanjutkan.
Sekarang tampillah orang bijak ketiga yang katanya paling bijak di antara mereka. Ia agak terganggu oleh kecerdikan nasrudin dan dengan ketus bertanya, “Tampaknya saudara tahu banyak mengenai keledai, tapi coba saudara katakan kepada saya berapa jumlah bulu yang ada pada ekor keledai itu.” “Saya tahu jumlahnya,” jawab Nasrudin, “Jumlah bulu yang ada pada ekor kelesai saya ini sama dengan jumlah rambut di janggut Saudara.”
“Bagaimana Anda bisa membuktikan hal itu?” tanyanya lagi. “Oh, kalau yang itu sih mudah. Begini, Saudara mencabut selembar bulu dari ekor keledai saya, dan kemudian saya mencabut sehelai rambut dari janggut saudara. Nah, kalau sama, maka apa yang saya katakan itu benar, tetapi kalau tidak, saya keliru.”
Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tidak mau menerima cara menghitung seperti itu. Dan orang-orang desa yang mengelilingi mereka itu semakin yakin Nasrudin adalah yang terbijak di antara keempat orang tersebut.
Abu Nawas pernah bekerja di sebuah perusahaan jasa jahit pakaian. Suatu hari majikannya datang membawa satu kendi madu dan karena kuatir madu itu diminum Abu Nawas, maka majikannya berbohong dengan berkata, “Abu, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau kamu mati karena meminumnya!” Sang majikan pun pergi keluar, pada saat itu Abu Nawas menjual sepotong pakaian, kemudian menggunakan uangnya untuk membeli roti dan menghabiskan madu itu dengan rotinya.
Majikannya pun datang dan sadar bahwa pakaian yang dijualnya ternyata kurang satu sedangkan madu dalam kendi juga telah habis. Bertanyalah dia pada Abu Nawas, “Abu! Apa sebenarnya yang telah terjadi..?”. Abu Nawas menjawab, “Maaf tuan, tadi ada seorang pencuri yang mencuri pakaian tuan, lalu karena aku takut akan dimarahi tuan, jadi aku putuskan untuk bunuh diri saja menggunakan racun dalam kendi itu…”.
- See more at: http://www.pepinoz.com/2012/08/abu-nawas-bunuh-diri.html#sthash.nbaUlnl8.dpuf


Abu Nawas pernah bekerja di sebuah perusahaan jasa jahit pakaian. Suatu hari majikannya datang membawa satu kendi madu dan karena kuatir madu itu diminum Abu Nawas, maka majikannya berbohong dengan berkata, “Abu, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau kamu mati karena meminumnya!” Sang majikan pun pergi keluar, pada saat itu Abu Nawas menjual sepotong pakaian, kemudian menggunakan uangnya untuk membeli roti dan menghabiskan madu itu dengan rotinya.
Majikannya pun datang dan sadar bahwa pakaian yang dijualnya ternyata kurang satu sedangkan madu dalam kendi juga telah habis. Bertanyalah dia pada Abu Nawas, “Abu! Apa sebenarnya yang telah terjadi..?”. Abu Nawas menjawab, “Maaf tuan, tadi ada seorang pencuri yang mencuri pakaian tuan, lalu karena aku takut akan dimarahi tuan, jadi aku putuskan untuk bunuh diri saja menggunakan racun dalam kendi itu…”.
- See more at: http://www.pepinoz.com/2012/08/abu-nawas-bunuh-diri.html#sthash.nbaUlnl8.dpuf

terpesona ilmu di pesantren



RESENSI
TERPESONA ILMU DI PESANTREN

                Pesantren merupakan bangunan mulia yang terselimuti rangkaian Asma Allah dari raja’ tak berdaya para penghuninya. Pesantren bagaikan lautan ilmu pelepas dahaga bagi para musafir ilmu.
Berbagai macam ilmu agama dapat anda dapatkan dari pesantren. Mulai dari fiqih, tauhid, akhlak, bahasa arab dsb. Di pesantren kita akan menemukan nilai-nilai yang tidak akan kita temui di manapun, dan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan menarik nilai-nilai dunia yang fana ini.
                Dalam buku ini diringkaskan berbagai macam ilmu yang ada di pesantren yang bersumber dari kitab-kitab karangan auliya’-auliya’ termasyhur. Dengan buku ini kita dimudahkan untuk mengerti nilai-nilai ajaran dan amalan islam. Buku ini juga memuat keajaiban-keajaiban islam yang berlandaskan logika’, dengan kata lain agama islam bukan hanya agama yang besar karena keajaiban diluar pikiran, tetapi keabsahannya dapat dinalar oleh akal manusia. Dengan bahasa yang ringan, padat dan penuh makna kita akan disadarkan dengan arti sebenarnya muamalah dan iman dalam islam yang diajarka di pesantren.  

tokoh idola



Umar bin Abdul Aziz
v  Sejarah hidup
Umar bin Abdul-Aziz (bergelar Umar II, lahir pada tahun 63 H / 682 – Februari 720; umur 37–38 tahun) adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 (umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun). Tidak seperti khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukan merupakan keturunan dari khalifah sebelumnya, tetapi ditunjuk langsung, dimana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman. Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik. Ibunya adalah Ummu Asim binti Asim. Umar adalah cicit dari Khulafaur Rasyidin kedua Umar bin Khattab, dimana umat Muslim menghormatinya sebagai salah seorang Sahabat Nabi yang paling dekat.
v  Pengangkatan menjadi khalifah
Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau, "Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?". Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan darai kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, beliau memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.
Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini".
Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".
Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini".
"Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu.
Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat".
Apa pula kata anaknya apabila mengetahui ayahnya Amirul Mukminin yang baru “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggungjawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar ibn Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya mendekati beliau, mengucup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”
Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at sebagai khalifah pada hari Jumat setelah salat Jumat. Hari itu juga setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini. Khalifah Umar, masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu.
Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, beliau meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.