disuruh mengawasi pintu supaya tidak ada pencuri
Suatu hari Nasrudin kecil ditinggal ibunya untuk pergi ke rumah Ibu
RT. Sebelum pergi ibunya berkata kepada Nasrudin, “Nasrudin, kalau kamu
sedang sendirian di rumah, kamu harus selalu mengawasi pintu rumah
dengan penuh kewaspadaan. Jangan biarkan seorang pun yang tidak kamu
kenal masuk ke dalam rumah karena bisa saja mereka itu ternyata
pencuri!”
Nasrudin memutuskan untuk duduk di samping pintu. Satu jam kemudian pamannya datang. “Mana ibumu?” tanya pamannya.
“Oh, Ibu sedang pergi ke pasar,” jawab Nasrudin.
“Keluargaku akan datang ke sini sore ini. Pergi dan katakan kepada Ibumu jangan pergi ke mana-mana sore ini!” kata pamannya.
Begitu pamannya pergi Nasrudin mulai berpikir, ‘Ibu menyuruh aku
untuk mengawasi pintu. Sedangkan Paman menyuruhku pergi untuk mencari
Ibu dan bilang kepada Ibu kalau keluarga Paman akan datang sore ini.”
Setelah bingung memikirkan jalan keluarnya, Nasrudin akhirnya membuat
satu keputusan. Dia melepaskan pintu dari engselnya, menggotongnya
sambil pergi mencari ibunya.
Nasruddin dan 3 Orang Bijak
Pada suatu hari ada tiga orang bijak yang pergi berkeliling negeri
untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak. Sampailah
mereka pada suatu hari di desa Nasrudin. Orang-orang desa ini
menyodorkan Nasrudin sebagai wakil orang-orang yang bijak di desa
tersebut. Nasrudin dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak itu dan di
sekeliling mereka berkumpullah orang-orang desa menonton mereka bicara.
Orang bijak pertama bertanya kepada Nasrudin, “Di mana sebenarnya pusat bumi ini?”
Nasrudin menjawab, “Tepat di bawah telapak kaki saya, saudara.”
“Bagaimana bisa saudara buktikan hal itu?” tanya orang bijak pertama tadi.
“Kalau tidak percaya,” jawab Nasrudin, “Ukur saja sendiri.”
Orang bijak yang pertama diam tak bisa menjawab.
Tiba giliran orang bijak kedua mengajukan pertanyaan. “Berapa banyak jumlah bintang yang ada di langit?”
Nasrudin menjawab, “Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledai saya ini.”
“Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?”
Nasrudin menjawab, “Nah, kalau tidak percaya, hitung saja rambut yang
ada di keledai itu, dan nanti saudara akan tahu kebenarannya.”
“Itu sih bicara goblok-goblokan,” tanya orang bijak kedua, “Bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai.”
Nasrudin pun menjawab, “Nah, kalau saya goblok, kenapa Anda juga
mengajukan pertanyaan itu, bagaimana orang bisa menghitung bintang di
langit?”
Mendengar jawaban itu, si bijak kedua itu pun tidak bisa melanjutkan.
Sekarang tampillah orang bijak ketiga yang katanya paling bijak di
antara mereka. Ia agak terganggu oleh kecerdikan nasrudin dan dengan
ketus bertanya, “Tampaknya saudara tahu banyak mengenai keledai, tapi
coba saudara katakan kepada saya berapa jumlah bulu yang ada pada ekor
keledai itu.” “Saya tahu jumlahnya,” jawab Nasrudin, “Jumlah bulu yang
ada pada ekor kelesai saya ini sama dengan jumlah rambut di janggut
Saudara.”
“Bagaimana Anda bisa membuktikan hal itu?” tanyanya lagi. “Oh, kalau
yang itu sih mudah. Begini, Saudara mencabut selembar bulu dari ekor
keledai saya, dan kemudian saya mencabut sehelai rambut dari janggut
saudara. Nah, kalau sama, maka apa yang saya katakan itu benar, tetapi
kalau tidak, saya keliru.”
Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tidak mau menerima cara
menghitung seperti itu. Dan orang-orang desa yang mengelilingi mereka
itu semakin yakin Nasrudin adalah yang terbijak di antara keempat orang
tersebut.
Abu Nawas
pernah bekerja di sebuah perusahaan jasa jahit pakaian. Suatu hari
majikannya datang membawa satu kendi madu dan karena kuatir madu itu
diminum Abu Nawas, maka majikannya berbohong dengan berkata, “Abu,
kendi ini berisi racun dan aku tidak mau kamu mati karena meminumnya!” Sang
majikan pun pergi keluar, pada saat itu Abu Nawas menjual sepotong
pakaian, kemudian menggunakan uangnya untuk membeli roti dan
menghabiskan madu itu dengan rotinya.
Majikannya pun datang dan sadar bahwa pakaian yang dijualnya ternyata
kurang satu sedangkan madu dalam kendi juga telah habis. Bertanyalah
dia pada Abu Nawas, “Abu! Apa sebenarnya yang telah terjadi..?”. Abu
Nawas menjawab, “Maaf tuan, tadi ada seorang pencuri yang mencuri
pakaian tuan, lalu karena aku takut akan dimarahi tuan, jadi aku
putuskan untuk bunuh diri saja menggunakan racun dalam kendi itu…”.
- See more at: http://www.pepinoz.com/2012/08/abu-nawas-bunuh-diri.html#sthash.nbaUlnl8.dpuf
Abu Nawas
pernah bekerja di sebuah perusahaan jasa jahit pakaian. Suatu hari
majikannya datang membawa satu kendi madu dan karena kuatir madu itu
diminum Abu Nawas, maka majikannya berbohong dengan berkata, “Abu,
kendi ini berisi racun dan aku tidak mau kamu mati karena meminumnya!” Sang
majikan pun pergi keluar, pada saat itu Abu Nawas menjual sepotong
pakaian, kemudian menggunakan uangnya untuk membeli roti dan
menghabiskan madu itu dengan rotinya.
Majikannya pun datang dan sadar bahwa pakaian yang dijualnya ternyata
kurang satu sedangkan madu dalam kendi juga telah habis. Bertanyalah
dia pada Abu Nawas, “Abu! Apa sebenarnya yang telah terjadi..?”. Abu
Nawas menjawab, “Maaf tuan, tadi ada seorang pencuri yang mencuri
pakaian tuan, lalu karena aku takut akan dimarahi tuan, jadi aku
putuskan untuk bunuh diri saja menggunakan racun dalam kendi itu…”.
- See more at: http://www.pepinoz.com/2012/08/abu-nawas-bunuh-diri.html#sthash.nbaUlnl8.dpuf